Searching...

Minggu, 24 Februari 2008

Metode Diskusi

Diskusi: Metode Mengajar untuk Mengasah Otak, Bukan Otot dan untuk Mengembangkan Sikap Saling Menghormati, Bukan Menang Sendiri

(Oleh Suparlan *)



Hormat dan tenggang rasa terhadap pendapat orang lain diperlukan untuk membina hubungan interpersonal dalam kehidupan masyarakat (Marion J. Rice)


Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan otot dan cara-cara kekerasan masih banyak dilakukan dalam proses pendidikan di negeri ini. Kasus kekerasan di IPDN dan IAIN merupakan bukti yang sangat kuat. Belum lagi dengan kekerasan guru terhadap siswa, siswa terhadap guru, dan masih banyak lagi. Adakah semua itu bermula dari sebab adanya proses belajar mengajar yang salah selama ini?

Pertanyaan kritis itu hanya dapat dijawab dengan hasil penelitian. Tulisan singkat ini hanya akan memberikan alternatif normatif yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, atau setidaknya untuk menguranginya.

Kenyataan juga menunjukkan bahwa metode mengajar yang masih mendominasi proses belajar mengajar di sekolah kita adalah metode ceramah. Pendekatan PAKEM (tunggu terbitnya buku tentang PAKEM). Kalaupun guru telah menggunakan metode diskusi, mungkin pelaksanaannya juga masih perlu dikoreksi.

Tulisan singkat ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode diskusi. Tulisan ini diambil dan dikembangkan dari tulisan Prof. Marion Jenning Rice, konsultan Proyek Pengembangan Pendididikan Tenaga Kependidikan (P3TK) bertajuk Modul-modul Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Kurikulum dan Pengajaran. Penulis pernah menjadi penerjemah beliau dalam kegiatan penataran untuk guru-guru Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di BPG Ujung Pandang (sekarang LPMP Makassar).


Definisi

Metode diskusi mendorong siswa untuk berdialog dan bertukar pendapat, dengan tujuan agar siswa dapat terdorong untuk berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras, namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi dapat dilaksanakan dalam dua bentuk. Pertama, diskusi kelompok kecil (small group discussion) dengan kegiatan kelompok kecil. Kedua, diskusi kelas, yang melibatkan semua siswa di dalam kelas, baik dipimpin langsung oleh gurunya atau dilaksanakan oleh seorang atau beberapa pemimpin diskusi yang dipilih langsung oleh siswa.


Tujuan

Pertama, untuk memberikan motivasi kepada siswa agar dapat berkomunikasi secara lisan, Kedua, memberikan kesempatan kepada peserta dididk untuk menggunakan pengetahuan dan informasi yang telah dimiliki. Ketiga, mengembangkan sikap saling hormat menghormati dan tenggang rasa terhadap keragaman pendapat orang lain, dalam rangka mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa.

Dalam buku bertajuk “Effective Teaching”, Daniel Muijs dan David Reynolds menyatakan bahwa:

Classroom discussion can help fulfil three major learning goals: promoting students’ involvement and engagement in the lesson by allowing students to voice their own ideas; helping them develop batter understanding by allowing them to thinks through and verbalize their thinking, and, finally, helping students obtain communication skills” (2001: 25).


Dengan kata lain, diskusi kelas dapat membantu untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran: (1) meningkatkan keikutsertaan dan kegiatan siswa dalam pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyuarakan pendapatnya, (2) membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik dengan cara memberikan kesempatan untuk menyatakan pemikiran mereka, dan akhirnya (3) membantu siswa untuk meningkatkan kecakapan berkomunikasi.


Latar Belakang

Sosiologi telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa manusia adalah mahluk sosial (social being). Dalam kehidupan bermasyarakat, oleh karena itu kita harus menyadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, selalu berhubungan orang lain. Dalam kehidupan, saling tukar menukar pendapat secara informal tentang bermacam ragam soal dan masalah kehidupan sering kita lakukan. Untuk menjaga hubungan sosial yang harmonis dalam masyarakat, diperlukan saling hormat menghormati dan rasa tenggang rasa terhadap perbedaan pendapat di antara warga masyarakat. Pernyataan pendapat dalam percakapan secara informal jarang mengubah pendapat dan kayakinan seseorang. Sering sekali pernyataan itu hanya bermafaat untuk menjelaskan pandangan seseorang ketimbang untuk mengubah pandangan orang lain. Pandangan-pangangan yang berbeda di antara anggota masyarakat akan menjadi bahan yang diperlukan untuk dapat mengasah otak, menambah pengetahuan, mengasah ketajaman berfikir, dan memperoleh pemahaman tentang ragam dan perbedaan pendapat. Metode diskusi tidak efektif untuk menyampaikan informasi baru. Metode ini sangat baik untuk melatih peserta didik agar dapat membina hubungan interpersonal dalam masyarakat.


Langkah-langkah

Pertama, melakukan persiapan fisik, seperti:

  1. Mengatur meja kursi siswa agar siswa dapat berhadap-hadapan atau bertatap muka. Sulit berdiskusi hanya dengan punggung.
  2. Tentukan prosedurnya, sehingga para siswa bisa dengan cepat menyesuaikan untuk bergabung dalam kelompok besar atau kemudian membentuk kelompok kecil, tanpa membuang-buang waktu.

Kedua, melibatkan siswa dalam memilih topik atau tajuk yang akan didiskusikan. Para siswa akan memilih:

  1. Sesuatu yang menarik perhatian mereka. Mungkin topik yang sedang ‘in’ dalam masyarakat, atau mungkin isu-isu mutakhir yang sedang hangat dalam kehidupan bernegara atau bermasyarakat.
  2. Sesuatu yang menimbulkan perbedaan pendapat, atau isu yang menimbulkan pro dan kontra antara kelompok masyarakat.

Ketiga, menentukan pemimpin diskusi dengan cara:

  1. Memilih beberapa siswa yang mau mengambil inisiatif, tetapi bukan yang akan mendominasi diskusi
  2. Siswa diminta untuk memilih beberapa topik atau subtopik yang menarik untuk didiskusikan.
  3. Sarankan kepada pemimpin diskusi untuk dapat mengaktifkan siswa-siswa yang pasif, yang tidak mau mengemukakan pendapatnya. Jangan menegur mereka dengan cara “Fulan belum mengatakan apa-apa”, tetapi dengan “mungkin Anda mempunyai pendapat atau gagasan lain?”.

Keempat, berikan arahan agar kelas dapat menyepakati aturan-aturan tertentu, misalnya:

  1. Berbicara secara bergiliran
  2. Tidak berbicara lama-lama, karena diskusi bukanlah berpidato
  3. Menyatakan pandangan, bukan berdebat untuk meyakinkan
  4. Tidak boleh agresif
  5. Memberikan kesempatan agar semua peserta dapat mengambil bagian


Kelima, berikan arahan terutama kepada para pemimpin diskusi tentang cara yang dapat ditempuh untuk menajamkan pernyataan tentang gagasan-gagasan baru, misalnya:

  1. Apa pendapat Anda tentang …..?
  2. Mana yang akan Anda pilih?
  3. Apa yang akan Anda lakukan?
  4. Apakah ada alternatif-alternatif lain?
  5. Apakah itu satu-satunya sebab?
  6. Apakah hasilnya atau akibatnya?
  7. Dalam hal apa Fulan berbeda?
  8. Adakah persamaan atau perbedaan antara ………… dengan ……….?
  9. Apakah yang akan Anda lakukan, jika Anda dalam posisinya?
  10. Percaya saja?


Keenam, adakan evaluasi tentang berbagai hal tentang diskusi yang telah dilakukan, misalnya:

  1. Tingkat partisipasi, misalnya:
    • Berapa banyak siswa dalam kelompok yang telah berpartisipasi?
    • Adakah yang semula tidak berpartisipasi kemudian menjadi terlibat?
    • Apakah diskusi itu diikuti oleh semua peserta ataukah hanya didominasi oleh beberapa pelajar yang pandai berbicara?
  2. Mutu partisipasi, misalnya:
    • Adakah rasa hormat terhadap pendapat orang lain?
    • Adakah peningkatan dalam penggunaan bukti-bukri untuk mendukung pendapat?
    • Adakah kecenderungan untuk menunda keputusan sampai ada bukti yang lebih banyak lagi?
    • Apakah pelaksanaan diskusi telah mengikuti aturan yang telah digariskan?
    • Apakah ada kelompok yang hanya ngobrol, ketika kelompok lain sedang menyampaikan pendapat kelompoknya?
    • Apakah peserta bisa menaham diri ketika ada perbedaan pendapat, atau justru terjadi ketegangan di antara mereka?
  3. Evaluasi dalam aspek pengetahuan tidak pada tempatnya untuk dilakukan. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika guru dapat secara singkat membuat ikhtisar tentang butir-butir utama yang telah dibahas dalam diskusi kelas. Lebih dari itu, akan lebih berkesan kiranya jika guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan kesan-kesan yang dialami dan diperoleh dari proses diskusi. Dengan demikian, sesungguhnya peserta telah melakukan refleksi diri.


Refleksi

Setelah membaca uraian tersebut, kita dapat mencoba untuk menanyakan kepada diri kita sendiri. Pertama, sudahkah kita pernah mencoba untuk menerapkan metode tersebut dalam proses pembelajaran? Kalau belum maka cobalah. Kedua, kalau sudah, apakah yang telah Anda laksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan metode diskusi kelas tersebut? Kalau belum Anda bisa menyesuaikan. Semua akan terpulang kepada diri kita sendiri. Mudah-mudahan uraian dalam tulisan ini dapat sedikit membantu Anda. Dengan menggunakan metode diskusi yang benar dalam proses belajar mengajar, diharapkan kasus-kasus kekerasan dalam kehidupan kita dapat berkurang dari hari ke hari. Insyaallah.


Bahan Bacaan:

Marion J. Rice. 1986. Modul-modul Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Kurikulum dan Pengajaran. Malang: P3TK

Muijs, Daniel dan Reynolds, David. 2001. Effective Teaching, Evidence and Practice. London: Paul Chapman Publishing

Senin, 11 Februari 2008

Menjadi Guru Efektif



Menjadi Guru Efektif


Oleh : Drs. Suparlan, M.Ed.
Penerbit: HIKAYAT Publishing, Yogyakarta.







Buku ini menjelaskan tentang beberapa karakteristik tentang guru efektif dari berbagai pandangan atau pendapat para ahli. Selain itu, dalam buku ini juga dijelaskan tentang berbagai hal mengenati guru, misalnya pengertian guru, status, peran, dan fungsi guru, kompetensi, standar kompetensi guru, kualifikasi, standar kualifikasi guru, guru sebagai profesi, kode etik guru, sampai dengan hal-hal yang terkait dengan hak dan kewajiban guru, perlindungan dan kesejahteraan guru.

Buku ini juga dilengkapi dengan beberapa lampiran tentang standar kompetensi guru di Indonesia dan Australia, format penilaian dalam pembelajaran, dan SK Mendiknas tentang proses pengangkatan guru menjadi kepala sekolah, dll.

Buku ini sudah terbit pada bulan April 2005 oleh Hikayat Publishing. Buku ini dapat diperoleh di Gramedia, Gunung Agung dan toko buku lainnya.